Kamis, 16 April 2015

[RESUME] DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR SISWA

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR SISWA
             Diagnosis merupakan istilah teknis dibidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen, diagnosis dapat diartikan sebagai berikut :
1.   Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala – gejalanya ;
2.    Studi yang seksama terhadap fakta tentang sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan – kesalahan dan sebagainya yang essensial.
3.    Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksaama atas gejala – gejala atau fakta tentang suatu hal.
                        Dalam dunia pendidikan diagnosis yang dilakukan merupakan upaya atau proses menemukan kelemahan seseorang yang bermasalah dalam proses pembelajaran yang dilakukan dengan mengamati fakta-fakta yang dikumpulkan selama proses pembelajaran yang telah dilakukan.
                        Kelemahan-kelemahan tersebut merupakan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh peserta didik. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat disebabkan oleh kondisi dari dalam diri siswa seperti psikologis siswa maupun kondisi fisiologisnya. Sedangkan kesulitan-kesulitan yang disebabkan oleh kondisi dari luar siswa bisa berupa fasilitas belajar atau lingkungan belajar yang merupakan penunjang dari proses belajar. Masalah eksternal tersebut dapat pula berasal dari dalam diri pengajar yang memberikan bimbingan dalam pembelajaran. Baik karena metodenya atau hal lainnya.
                        Kesulitan tersebut sangat penting untuk diperhatikan dan diatasi karena akan membawa dampak buruk bagi peserta didik itu sendiri maupun bagi lingkungannya. Biasanya terwujud dalam bentuk kemalasan belajar, frustasi, mogok sekolah, perkelahian dan sebagainya.
                        Oleh karena itu kelemahan-kelemahan tersebut harus dapat dideteksi atau didiagnosis oleh seorang pengajar dengan sistematik agar pemahaman pengajar terhadap kesulitan belajar siswa dapat diketahui secara mendalam sehingga langkah-langkah untuk menyelesaikannya dapat dilakukan dengan benar sampai kesulitan-kesulitan tersebut teratasi dan dampak negatif yang mungkin terjadi dapat dicegah. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Diagnosa
Diagnosa adalah upaya sistematis yang dilakukan untuk memahami secara mendalam tentang hubungan antara kasus, masalah, dan faktor penyebab sebgai rangkaian kegiatan dalam rangka memahami fenomena masalah siswa. Diagnosa dapat dilakukan melalui proses identifikasi kasus, masalah dan faktor penyebab.
A.    Identifikasi Kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya sistematis yang dilakukan oleh guru untuk menentukan siswa yang mengalami kesulitan belajar. Penentuan siswa yang mengalami kesulitan bisa dilakukan melalui pemahaman kondisi sosial pribadi siswa dan prestasi belajarnya. Adapun jenis-jenis siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1.   Peserta Didik Yang Cepat Dalam Belajar
Peserta didik yang cepat dalam belajar, pada umumnya adalah siswa yang dapat menyelesaikan proses belajar dalam waktu yang cepat dari pada ynag diperkirakan semula. Mereka dengan mudah dapat menerima materi pelajaran yang disajikan, dan mereka juga tidak memerlukan waktu yang lama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapkan kepada mereka. Pada umumnya siswa yang cepat dalam belajar ini mempunyai IQ(tingkat kecerdasan) diatas 130, yakni tergolong genius atau gifted. Kedudukannya dalam kelompok selalu derada posisi atas.
Meskipun demikian, peserta didik ynag cepat dalam belajar sering juga mengalami kesulitan dalam belajar. Karena pada umumnya kegiatan belajar disekolah selalu menggunakan ukuran normal(rata-rata) dalam kecepatan belajar. Oleh karena itu, salah satu usaha untuk membantu mereka mengatasi kesulitan belajarnya adalah dengan cara memberiakn tugas-tugas tambahan kepada mereka sebagai bahan pengayaan.
2.   Peserta Didik Yang Lambat Dalam Belajar
Peserta didik yang lambat dalam belajar merupakan kebalikan dari pada siswa yang cepat dalam belajar, dimana peserta didik yang lambatdalam belajar memerlukan waktu yang lama/panjang dari waktu yang diperkirakan cukup untuk kondisi untuk siswa yang normal. Hal ini menyebabkan mereka sering merasa tertinggal dalam proses belajarnya, ssehingga mereka menemukan kesulitan belajar. Dipandang dari segi tingkat kecerdasan(IQ) pada umumnya peserta didik yang lambat dalam  belajar ini mempunyai IQ dibawah rata-rata atau normal, sehingga meraka memerlukan perhatian khusus dan waktu yang lebih lama dalam proses belajarnya.
3.   Peserta Didik Yang Kreatif
Peserta didik yang kreatif adalah siswa yang menunjukkan kreativitas yang tinggi dalam kegiatan-kegiatan tertentu, seperti dalam melukis, menggambar, olahraga.Kesenian, organisasi dan kegiatan kurikuler lainnya. Pada umumnya siswa yang kreatif ini terdiri dari pesrta didik yang cepat dalam belajar, disamping siswa yang normal(rata_rata). Peserta didik yang kreatif ini dalam proses belajarnya lebih mampu pula memecahkan permasalahan yang dihadapkan kepada mereka dengan berbagai variasi. Dalam memecahakan permasalahan yang dihadapkan kepada mereka lebih senang bekerja sendiri, percaya diri, dan mereka berani menanggung resiko yang sulit sekalipun, bahkan kadang-kadang bersifat destruktif, disamping sering juga bersifat konstruktif.Untuk mengembangkan kreativitas para peserta didik ini, sekolah diharapkan dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya.
4.   Peserta Didik Yang Drop Out
Peserta didik yang drop out adalah siswa yang tidak berhasil atau siswa yang gagal dalam kegiatan belajarnya.Adapun penyebab drop out ini banyak sekali, barang kali disebabkan oleh faktor yang ada didalam diri peserta didik sendiri, seperti kurang minat, malas dan sekolah/jurusan tidak sesuai dengan cita-cita dan lain sebagainya. Mungkin pula disebabkan oleh faktor eksternal, seperti kurikulum, metode mengajar yang digunakan guru, lungkungan masyarakat yang tidak  mendukung atau keluarga broken homedan lain sebagainya.
Dalam hal ini menjadi permasalahan adalah bagaimana membantu peserta didik yang drop uot ini, agar mereka dapat mebnjadi warga masyarakat yang berima dan bertaqwa serta berguna baik bagi dirinya sendiri maupun bagi bangsa dan negara.
5.   Peserta didik yang “Underachiever”
Peserta didik yang tergolong underachiever adalah siswa yang memiliki taraf intelegensi yang tergolong tinggi, akan tetapi memperoleh prestasi belajar yangtergolong rendah(dibawah rata-rata kelas). Peserta didik ini dikatakan “undercaheiver” kerena secara potensial, peserta didik yang memiliki taraf intelegensi yang tinggi mempunyai kemungkinan cukup besar untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi, akan tetapi dalam hal dibawah tersebut mempunyai prestasi belajar yang dibawah kemampuan potensial mereka.
Dari hasil penelitian para pakar, ditemukan bahwa tarap intelegensi pesrta didik yang underachiever ini diatas 100, akan tetapi prestasi belajar mereka berada pada golongan dibawah rata-rata. Dan jumlah mereka adalah sekitar 5 %-15% dari seluruh jumlah siswa disekolah tersebut.Peserta didik underachiever ini, dipandang sebagai siswa ynag mengalami kesulitan dalam belajar disekolah, kerena secara potensial mereka memiliki kemungkinan untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
Keadaan ini biasanya dilatarbelakangi oleh aspek motivasi, minat, sikap, kebiasaan belajar, ciri-ciri keperibadiaan tertentu atau pun pola-pola pendidikan yang diterima dari orang tua dan suasana keluarga  yang tidak mendukung. Sudah pasti peserta didik yang underachiever ini memerlukan perhatian yang istimewa dari para guru, guru pembimbing dan kepala sekolah.
Disamping kelima karakterristik yang telah diuraikan diatas, ada beberapa karakteristik lainnya,sepertilearning disabilities, learning disfunction, learninmg disorder. Learning disabilitas adalah peserta didik yang tergolong pada siswa yang karena sesuatu hal yang tidak mampu belajar atau mereka menghindar dari kegiatan belajar, sehingga prestasi belajar yang dicapainya meniadi rendah.
Learning disfuntion adalah gejala yang dialami peserta didik, dimana psoses belajarnya tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnyasiswa tersebut tidak menunjukkan adanya submoralitas mental, gangguan aklat dria, atau  gangguan psikologis lainya. Adapun peserta didik yang mengalami learning lisorder, adalah peserta didik yang mengalami kekacauan belajar, yakni kekacauan dimana proses belajarnya terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan.

B.     Identifikasi masalah
Identifikasi masalah adalah upaya sistematis untuk memahami secara mendalam tentang hakikat dan esensi masalah yang dihadapi siswa. Identifikasi masalah ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara mengkaji secara mendalam tentang jenis dan hakikat masalah yang menjadi faktor penyebab kesulitan belajar siswa.
C.     Identifikasi faktor penyebab
Identifikasi faktor penyebab adalah upaya sistematis yang dilakukan oleh guru untuk memahami hubungan antara kasus, masalah dan faktor-faktor penyebab munculnya masalah. Identifikasi faktor penyebab dapat dilakukan dengan memahami secara mendalam tentang kondisi objektif siswa baik yang menyangkut faktor dalam dan faktor luar siswa. Faktor internal atau faktor yang terdapat didalam diri peserta didik itu sendiri antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik.
2.      Kurangnya bakat khusus untuk suatu situasi belajar tertentu.
3.      Kurangnya motivasi atau dorongan untuk belajar, tanpa motivasi yang besar peserta didik akan banyak mengalami kesulitan dalam belajar, karena motivasi merupakan faktor pendorong kegiatan belajar.
4.      Situasi pribadi terutama emosional yang dihadapi peserta didik pada waktu tertentu dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar, misalnya: konflik yang dialaminya, kesedihan, dan lain sebagainya.
5.      Faktor jasmaniah yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti ganguan kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan, ganguan pendengaran dan lain sebagainya.
6.      Faktor hederitas(bawaan) yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti buta warna, kidal, troper, cacat tubuh dan lain sebagainya.
Adapun faktor yang terdapat diluar diri peserta didik(faktor eksternal) yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah:
a.       Faktor lingkungan sekolah yang kurang memadai bagi situasi belajar peserta didik.
b.      Situasi dalam keluarga yang kurang mendukung situasi belajar peseryta didik, seperti broken home. Kurangnya perhatian orang tua karena sibuk dengan pekerjaannya, kurangnya kemampuan orang tua dalam memberi pengarahan dan lain sebagianya.
c.       Situasi lingkungan sosial yang menganggu kegiatan belajar siswa, seperti pengaruh negatif dari pergaulan, situasi masyarakat yang kurang memadai, gangguan kebudayaan, film, bacaan, permainan elekteonik, dsb.
. Faktor luar siswa bisa dipahami melalui pengenalan terhadap kondisi sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan siswa baik secara khusus dan umum.

2.      Prognosa
Prognosa adalah upaya sistematis yang dilakukan oleh guru untuk mengidentifikasi berbagai alternatif bantuan yang dapat diberikan kepada siswa dalam rangka membantu kesulitan belajar siswa. Prognosa dapat dilakukan oleh guru dengan mempertimbangkan kesiapan sarana dan prasarana yang tersedia dan dapat dilaksanakan.
3.      Treatment
Treatment adalah upaya bantuan yang dipilih sebagai alternatif untuk mengatasi kesulitan belajar siswa. Treatment yang dipilih didasarkan atas karakteristik utama kesulitan belajar siswa, bisa bersifat langsung dan tidak langsung. Bentuk treatment bisa berupa pengayaan, pemantapan, remedial dan peningkatan. Treatment tidak langsung bisa berupa konseling dan psikoterapi oleh ahlinya melalui proses referal.


Kamis, 09 April 2015

[RESUME] Strategi Pembelajaran Berbasis Bimbingan

Manusia merupakan mahluk yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara tersendiri. Artinya manusia itu tidaklah statis, melainkan dinamis. Bisa menuju pada keadaan yang lebih baik ataupun malah menuju keadaan yang mengindikasikan kemunduran. Selain dikarenakan perkembangan usia, hal yang mempengaruhi kedinamisan manusia diantaranya adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Potensi adalah kekuatan, kemampuan, keunggulan, keunikan yang belum tampak atau belum menjadi prestasi ataupun dalam bentuk perilaku. Untuk itu potensi haruslah dimunculkan dan dioptimalkan.
Manusia memiliki hak untuk mengembangkan dan memunculkan keunikan yang ada didalam dirinya sendiri. Dengan konsep bimbingan dan konseling yang memiliki prinsip membantu untuk memfasilitasi individu agar berkembang optimal, potensi seseorang dapat dimunculkan dan menjadi keunggulan bagi individu yang memilikinya. Dengan begitu, kedinamisan individu tersebut sebagai manusia dapat menuju pada keadaan yang lebih baik.
Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan pendidikan agar peserta didik belajar atau membelajarkan diri. Belajar yang dimaksudkan adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman. Perubahan sebagai hasil dari pembelajaran bersifat positif dan normatif. Didalam pembelajaran, hal yang harus diperhatikan adalah kondisi psikologis anak, agar proses pembelajaran yang dilakukan berlangsung dengan maksimal dan mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu perlu adanya metode-metode pembelajaran yang berbasis bimbingan agar pembelajaran dapat berlangsung optimal. Dengan menerapkan prinsip-prinsip yang ada pada bimbingan dan konseling, hambatan dan kesulitan-kesulitan dalam proses pembelajaran diharapkan dapat teratasi. Bimbingan disini juga dapt didefinisikan sebagai suatu proses berkesinambungan sebagai upaya membantu untuk memfasilitasi individu agar berkembang secara optimal. Cara atau upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan:
1. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan siswa.
2. Memberikan dorongan dan semangat.
3. Mengembangkan keberanian bertindak dan bertanggung jawab.
4. Mengembangkan kemampuan untuk memperbaiki dan mengubah perilakunya sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari terdapat metode-metode pembelajaran yang sering digunakan dan dianggap merupakan metode pembelajaran berbasis bimbingan, diantaranya:
1. CL (Cooperative Learning)
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

2. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara).

3. DL (Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

4. PBL (Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri.

5. Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau algoritma). Sintaknya adalah: sajikan permasalahan yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

6. Problem Posing
Bentuk lain dari problem posing adalah problem posing, yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

7. OE (Open Ended)
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk pola pikir, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.
Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).

8.  Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi.


Model-model pembelajaran diatas merupakan contoh model-model pembelajaran berbasis bimbingan. Karena dalam metode-metode pembelajaran diatas ditekankan bahwa guru hanya sebagai fasilitator saja dan mengarahkan peserta didik saja, sedangkan peserta didik bebas mengembangkan kemampuannya masing-masing untuk memahami materi yang akan dipelajari. Satu metode dengan metode lainnya memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing sehingga pemilihan metode-metode tersebut harus didasarkan pertimbangan materi apa yang akan dipelajari oleh peserta didik serta pertimbangan lainnya dari segi pedagogik peserta didik.
Bimbingan ketika mengajar yang dapat dilakukan oleh guru berupa menjelaskan tujuan dan manfaat pelajaran, cara belajar, mata pelajaran yang diberikan, dorongan untuk berprestasi, membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi individu, penyelesaian tugas, memberikan fasilitas belajar, dan lain-lain.
Dalam memberikan bimbingan dalam pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan banyak hal. bimbingan belajar diberikan pada semua siswa baik itu yang terlihat bermasalah maupun tidak bermasalah karena pada dasarnya setiap orang termasuk peserta didik memiliki masalah. Kemudian sebelum melakukan bimbingan kepada peserta didik, guru harus mengidentifikasi terlebih dahulu masalah yang dimiliki oleh siswa beserta latar belakangnya. Kemudian bantuan yang diberikan hendaknya sesuai dengan latar belakang masalah yang ada pada peserta didik tersebut. Dalam memberikan bimbingan kepada siswa, hendaknya guru bekerja sama dengan orang tua peserta didik dan staf sekolah yang lainnya karena peserta didik merupakan tanggung jawab semua staf sekolah dan orang tua peserta didik.
Dengan langkah-langkah dan metde yang telah disebutkan diatas, maka pendidikan dan pembelajaran berbasis bimbingan dapat dilaksanakan dan diharapkan dari proses tersebut tercipta perkembangan peserta didik yang dapat mengoptimalkan potensi yang berada didalam dirinya.


DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat, Akhmad. (2011) . Mengatasi Masalah Siswa Melalui Layanan
                Konseling Individual. Jakarta: Paramitra.
Arief, Fauzan. (2012). Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan
                Konseling. Tersedia: Online [ 09 April 2015 ]
Budiman, Nandang. (2009). Strategi Pembelajaran Berbasis
                Bimbingan. [PDF] Tersedia: Power Point Files.

Kamis, 19 Maret 2015

[RESUME] Masalah-Masalah Siswa di Sekolah serta Pendekatan-Pendekatan Umum dalam Bimbingan Konseling



Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masalah berarti persoalan yang harus diselesaikan. Masalah yang menimpa seseorang jika tidak segera dicari atau diselesaikan maka masalah tersebut akan berkembang dan hal ini berimplikasi terhadap kehidupannya dan orang lain. Menurut Prayitno (1985) ciri-ciri masalah adalah :
1.      Masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya
2.      Menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan orang lain
3.      Ingin atau perlu dihilangkan
Peserta didik adalah remaja yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya, dan tak jarang dalam proses pencapaian dan pencarian jati dirinya tersebut sering mengalami kesulitan dan permasalah baik yang di akbiatkan oleh faktor luar (eksternal) maupun dari dalam diri sendiri (Internal). Masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa sangat beragam seperti:
1.      Masalah dalam kelas saat dalam pelajaran tertentu
2.      Masalah dalam keluarga
3.      Masalah dengan sesama teman
4.      Trauma akan suatu kejadian
5.      Dan lain-lain

Masalah diatas hanya sebagian kecil dari berbagai masalah yang umumnya sering di alami oleh sebagian besar peserta didik, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas konsentrasi dan hasil belajar siswa.  Dari dasar itulah amat teramat penting tentang adanya peran konselor dalam suatu lembaga termasuk juga lembaga sekolah. Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. Penyimpangan perilaku ini digolongkan dalam beberapa kategori, yaitu:

1.      Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.

2.      Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakankonferensi kasus.

3.      Masalah (kasus) berat,seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.

Seorang konselor harus memahami berbagai aspek dalam usaha mengarahkan penyelesaian masalah siswa, seperti aspek sosial, psikologis dan latar belakang siswa dalam keluarga. Termasuk juga didalamnya di butuhkan berbagai strategi untuk memudahkan penelesaian masalahnya. Penulis dalam resume ini hanya akan fokus terhadap strategi-strategi dalam ilmu bimbingan dan konseling.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan konselor dalam bisa digunakan dalam usaha membantu penyelesaian permasalah siswa, diantaranya adalah:

A.    Konseling Individual
Konseling individual adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara konselor dan seorang konseli (Siswa). Konseli mengalami kesukaran pribadi yang tak dapat ia pecahkan sendiri, kemudian ia meminta bantuan konselor untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Dalam strategi ini diusahakan agar hubungan konseli dan konselor terjalin secara dinamis dan khusus. Dalam hubungan ini, konselor dapat menerima konseli secara pribadi dan tidak memberikan suatu penilaian apapun, sehingga konseli merasakan adanya orang lain yang dapat mengerti permasalahnaya.

Secara umum proses konseling individual terbagi atas tiga tahapan yaitu:
 1.      Tahap Awal Konseling
Tahap awal ini terjadi sejak klien bertemu dengan konselor, Cavanagh (1982) menyebut tahap awal ini dengan istilah Introduction, inivation and environmental support. Adapun yang dilakukan oleh konselor dalam tahapan awal ini adalah:
           a.              Membangun hubungan konseling dengan melibatkan klien yang mengalami masalah.
b.      Memperjelas dan mengidentifikasi Masalah
c.       Membuat Penjajakn Alternatif Bantuan untuk Mengatasi Masalah
d.      Menegosiasikan Kontrak

2.      Tahap Pertengahan
Berdasarkan masalah klien yang telah diketahui pada tahap awal, kegiatan selanjutnya memfokuskan pada:
a.       Penjelajahan masalah yang dialami klien; dan
b.      Bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang
         di jelajahi tentang masalah klien.

Hal diatas akan membantu klien memperoleh pemahaman baru, alternatif baru yang mungkin berbeda dengan yang sebelumnya. Pemahaman ini akan membantu dalam membuat keputusan dan tindakan apa yang akan digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Adapun tujuan pada tahapan ini adalah:
a.       Menjelajahi dan mengeksflorasi masalah serta kepedulian klien dan lingkungannya dalam mengatasi masalah tersebut.
b.      Menjaga agar konseling selalu terpelihara.
c.       Proses konseling agar sesuai dengan kontrak

3.      Tahap Akhir Konseling
Cavanagh (1982) menyebut tahap ini dengan istilah termenination. Pada tahapan ini, konseling ditandai oleh beberapa hal berikut:
a.       Menurunya kecemasan klien
b.      Adanya perubahan prilaku kearah yang lebih positif, sehat dan dinamik.
c.       Adanya tujuan hidup yang jelas dimasa yang akan datang dengan program yang jelas pula.
d.      Terjadinya perubahan sikap yang positif terhadap masalah yang dialaminya, dapat mengkoreksi diri dan meniadakan sikaf yang suka menyalahkan dunia luar.
Tujuan akhir pada tahapan ini memutuskan perubahan sikap dan prilaku yang tidak bermasalah.

B.     Konsultasi
Teknik lain dalam peluncuran bimbingan adalah konsultasi. Konsultasi merupakan salah satu strategi bimbingan yang penting sebab banyak masalah karena suatu hal akan lebih berhasil jika ditangani secara tidak langsung oleh konselor. Brown dan teman-temanya telah menegaskan bahwa konsultasi itu bukan konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung diberikan kepada siswa, tetapi secara tidak langsung melayani siswa melalui bantuan yang diberikan orang lain.
Adapun tujuan konsultasi yaitu:
1.      Mengembangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar bagi siswa, orang tua, dan administator sekolah;
2.      Mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi yang bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar;
3.      Memperluas layanan pendidikan bagi guru dan administator;
4.      Membantu orang lain bagaimana belajar tentang prilaku
5.      Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponen lingkungan belajar yang baik.

C.    Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri konseli (siswa). Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran.
Penataan bimbingan kelompok pada umumnya berbentuk kelas yang beranggotakan 20 sampai 30 orang. Adapun langkah-langkanya adalah:
1.      Langkah Awal
Langkah awal diselenggarakan dalam rangka pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan para peserta yang siap melaksanakan kegiatan kelompok, langkah ini dimulai dengan menjelaskan tentang adanya layanan bimbingan kelompok bagi para siswa, pengertian, tujuan dan kegunaan bimbingan kelompok. Setelah penjelasan ini, langkah selanjutnya menghasilakan kelompok yang langsung merencanakan waktu dan tempat menyelenggarakan bimbingan kelompok.
2.      Perencanaan Kegiatan
Perencanaan kegiatan bimbingan kelompok meliputi penetapan:
a.       Materi layanan
b.      Tujuan yang ingin dicapai
c.       Sarana kegiatan
d.      Bahan atau sumber bahan untuk bimbingan kelompok;
e.       Rencana penilaian; dan
f.       Waktu dan tempat
3.      Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan yang telah di rencanakan itu selanjutnya dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut:
a.       Persiapan menyeluruh yang meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya); persiapan bahan, persiapan keterampilan dan persiapan administrasi.
b.      Pelaksanaan seluruh kegiatan
c.       Penutup
4.      Evaluasi Kegiatan
Penilaian kepada bimbingan kelompok berorientasi pada perkembangan yaitu mengenali kemajuan atau perkembangan fositif yang terjadi pada diri peserta.

D.    Konseling Kelompok
Konseling kelompok adalah suatu upaya bantuan kepada peserta didik dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhan. Konseling kelompok bersifat pencegahan, dalam arti bahwa klien (siswa) yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya. Prosedur konseling kelompok sama dengan bimbingan kelompok, yaitu:
1.      Tahap pembentukan.
2.      Tahap peralihan.
3.      Tahap kegiatan.
4.      Tahap pengakhiran.

E.     Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial dapat didefinisikan sebagai upaya guru untuk menciptakan suatu situasi yang memungkinkan individu atau kelompok siswa tertentu lebih mampu mengembangkan dirinya seoptimal mungkin sehingga dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal yang diharapkan. Pengajaran remedial merupakan salah satu tahap kegiatan utama dalam seluruh kerangka pola layanan bimbingan belajar. Secara sistematika prosedur remedial tersebut dapat digambarkaan sebagai berikut:
1.      Diagnosik kesulitan belajar mengajar.
2.      Rekomendasi.
3.      Penelaahan kembali kasus.
4.      Pilihan alternatif tindakan.
5.      Layanan konseling.
6.      Pelaksanaan pengajaran remedial.
7.      Pengukuran kembali hasil belajar-mengajar.
8.      Reevaluasi.
9.      Tugas tambahan.
10.  Hasil yang di harapkan.
Strategi dan teknik pengajaran remedial dapat dilakukan secara preventif, kuratif dan pengembangan. Tindakan pengajaran remedial dikatakan bersifat kuratif jika dilakukan setelah program belajar mengajar utama selesai diselenggarakan.
Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK/konselor di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA 
Kusmawati, N. dan Sukardi, D. K. (2008 ). Proses Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: Ahdi Mahasatya.

Sudrajat, Akhmad. (2011) . Mengatasi Masalah Siswa Melalui Layanan Konseling Individual. Jakarta: Paramitra.  


Sudrajat, Akhmad. (2010). Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling. [Online]. Tersedia: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/penanganan-siswa-bermasalah-di-sekolah/ [19 Maret 2015]

 Amelia. (2012). Masalah-Masalah Siswa di Sekolah serta Pendekatan-Pendekatan Umum dalam Bimbingan Konseling. Tersedia: http://niaameliaa.blogspot.com/2012/04/pendekatan-umum-serta-strategi.html?m=1 [19 Maret 2015]